Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian, Tokoh, Aplikasi, Kritik, dan Perkembangan Teori Etologi

Pengertian, Tokoh, Aplikasi, Kritik, dan Perkembangan Teori Etologi - Artikel psikologi perkembangan kali ini terkait dengan psikologi perkembangan dan akan membahasa secara dalam pengertian dan ilmu Etologi. Pengertian etologi ialah studi ilmiah pada perilaku binatang yang dianggap sebagai cabang zoologi. Istilah “etologi” diturunkan dari bahasaYunani, sebagaimana ethos (ήθος) ialah kata Yunani untuk "kebiasaan".

Kata lain yang diturunkan dari kata Yunani ethos ialah: etis dan etika. Pertama kali istilah ini diperkenalkan dalam bahasa Inggris oleh ekolog Amerika, William Morton Wheeler pada 1902. Teori etologi diartikan sebagai ilmu yang bermula dari tingkah laku hewan. Tokoh yang menganut paham etologi adalah seorang naturalistis yang mempelajari hewan di lingkungan alami bukan di laboratorium (T Lawton, Joseph. 1982). Teori yang membahas tentang etologi antara lain; Teori Seleksi Alam (Darwin, 1859), Etologi Modern ( Lorenz dan Tindbergen), Teori Bowlby ( Teori Kelekatan).
Pengertian, Tokoh, Aplikasi, Kritik, dan Perkembangan Teori Etologi
image source: www(dot)robertsapolskyrocks(dot)com 
Baca juga: Pengertian dan Konsep Ilmu Komunikasi

Tokoh-tokoh Teori Etologi

Charles Robert Darwin lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, tanggal 12 Desember 1809 dan meninggal di Downe, Kent, Inggris, tanggal 19 April1882 pada umur 72 tahun. Darwin adalah tokoh yang paling tahu mengenai teori evolusi. Teori ini berdampak besar pada studi perkembangan manusia. Darwin adalah seorang naturalis Inggris yang teori revolusionernya meletakkan landasan bagi teori evolusi modern dan prinsip garis keturunan yang sama (common descent) dengan mengajukan seleksi alam sebagai mekanismenya.

Darwin sudah lama berpikir tentang ide evolusi yang menyatakan bahwa semua spesies berhubungan satu sama lain dan mempunyai "common ancestor" (berasal dari satu garis keturunan) dan melalui mutasi spesies baru muncul. Namun dia masih penasaran tentang mekanisme bagaimana proses itu terjadi. Secara kebetulan, ia membaca tulisan-tulisan Thomas Malthus. 

Malthus berpendapat bahwa populasi manusia bertambah lebih cepat daripada produksi makanan, sehingga menyebabkan manusia bersaing satu sama lain untuk memperebutkan makanan dan menjadikan perbuatan amal sia-sia. Dengan gembira Darwin menggunakan mekanisme ini untuk menjelaskan teorinya. Ia menulis "Manusia cenderung untuk bertambah dalam tingkat yang lebih besar daripada caranya untuk bertahan. 

Akibatnya, sesekali ia harus berjuang keras untuk bertahan, dan seleksi alam akan mempengaruhi apa yang terletak di dalam jangkauan ini." (Descent of Man, h..21) Ia menghubungkan hal ini dengan temuan-temuannya mengenai spesies-spesies yang terkait dengan tempat-tempat, penelitiannya tentang pengembangbiakan binatang, dan gagasan tentang "hukum seleksi alam" (Natural Selection).

Menjelang akhir 1838 ia membandingkan ciri-ciri seleksi para peternak dengan seleksi alam menurut teori Malthus dari varian-varian yang terjadi "secara kebetulan" sehingga "setiap bagian dari struktur yang baru diperoleh sepenuhnya dipraktikkan dan disempurnakan", dan menganggap bahwa ini adalah "bagian yang paling indah dari teori saya" tentang bagaimana spesies-spesies itu bermula.

Tokoh etologi berikutnya adalah Konrad Zacharias Lorenz lahir pada tanggal 7 November 1903 di Kota Vienna, Austria. Dia adalah anak kedua dari seorang dokter bedah terkenal bernama Prof. Dr. Adolf Lorenz dan istrinya Emma. Lorenz dibesarkan dalam sebuah rumah luas yang dilengkapi dengan taman. Rumah tersebut terletak di Altenberg, sebuah kota kecil di dekat Vienna. Sejak kecil, Lorenz telah menyayangi berbagai jenis hewan yang hidup di sekitarnya. Ia merupakan seorang ahli psikologi, zoologi, dan ornitologi berkebangsaan Austria.

Ketertarikan Lorenz terhadap tingkah laku hewan diawali ketika tetangganya memberi anak itik berumur satu hari kepada Lorenz. Pada saat itu, Lorenz mengamati anak itik yang dimilikinya dan dia telah menemukan tingkah laku imprinting pada itik tersebut. Imprinting merupakan kemampuan untuk mempelajari tipe informasi khusus pada suatu periode kritis (critical period) dalam perkembangannya.

Lorenz telah menjadi ahli tingkah laku hewan sejak masih berada dalam masa kanak-kanak. Salah satu karya Lorenz yang paling dikenal adalah Model Psikohidrolik (Psychohydraulic Model) yang dikembangkannya dari para peneliti lain. Model Psikohidrolik memungkinkan tingkah laku hewan yang timbul dapat dilihat dalam sebuah konteks metafora. Dalam model ini, tingkah laku hewan yang timbul berdasarkan stimulus dianalogikan dalam sebuah skema.

Namun, model ini sudah tidak digunakan lagi pada zaman sekarang karena model ini masih menggunakan aliran energi (energy flow) dalam menjelaskan sistem saraf dan kontrol tingkah laku. Meskipun demikian, karya Lorenz ini membuat ilmu tingkah laku ternak (ethologi) menjadi lebih dikenal masyarakat.

Pada musim gugur tahun 1936, Lorenz menghadiri sebuah simposium yang diprakarsai Prof. Van der Klaauw di Kota Leiden, Belanda. Dalam simposium ini, Lorenz bertemu dengan Nikolaas Tinbergen yang juga seorang ahli tingkah laku hewan (ethologist). Pertemuan ini nampaknya menjadi pertemuan bersejarah bagi kedua ilmuwan tersebut.

Mereka berdiskusi tentang hubungan antara respon penyesuaian tempat dengan mekanisme pelepasan yang dapat menjelaskan timbulnya tingkah laku berdasarkan insting. Pemikiran mereka merupakan cikal bakal lahirnya ethologi.Di tahun 1973, Konrad Z. Lorenz bersama dengan Nikolaas Tinbergen dan Karl von Frisch meraih Hadiah Nobel.

Nikolas "Niko" Tinbergen lahir di Den Haag, tanggal 15 April 1907 dan meninggal tanggal 21 Desember 1988. Niko adalah seorang etolog dan ornitolog Belanda yang berbagi penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1973 bersama Karl von Frisch dan Konrad Lorenz atas penemuan mereka di bidang biologi. Tinbergen terkenal untuk 4 pertanyaan yang dipercayainya harus ditanyakan berkenaan dengan berbagai perilaku binatang. Selain itu, dengan metodenya ia menerapkannya untuk menangani gejala autisme pada anak.

John Bowlby (26 Februari 1907 - 2 September 1990) adalah seorang psikiater dan psikoanalis, terkenal karena minatnya dalam perkembangan anak. Bowlby lahir di London dari keluarga kelas menengah. Ia adalah anak ke empat dari enam anak dan dibesarkan oleh seorang pengasuh dengan gaya Inggris kelasnya pada saat itu. Ayahnya, Sir Anthony Bowlby, adalah ahli bedah keluarga kerajaan. Sedangkan kakeknya tewas saat bertugas sebagai wartawan perang dalam Perang Opium.

Biasanya, Bowlby melihat ibunya hanya satu jam sehari setelah minum teh, meskipun selama musim panas ia lebih tersedia. Seperti banyak ibu-ibu lain dari keluarga kelas menengah, ia menilai bahwa perhatian dan kasih sayang orang tua akan menyebabkan berbahaya memanjakan anak-anak. Bowlby beruntung bahwa pengasuh dalam keluarganya hadir sepanjang masa kecilnya. Bowlby mempelajari psikologi dan ilmu pra-klinis di Trinity College, Cambridge, dan dia memenangkan hadiah untuk kinerja intelektual yang luar biasa.

Setelah tamat dari Cambridge, ia bekerja dengan anak-anak maladjusted, kemudian pada usia 22 tahun di melanjutkan kuliah di University College Hospital di London. Pada usia 26 tahun, ia tamat dalam bidang kedokteran. Saat masih kuliah di fakultas kedokteran, ia mendaftarkan diri ke Institut Psikoanalisis. Setelah kuliah kedokteran, ia dilatih psikiatri untuk menangani gangguan dan penyakit mental pada orang dewasa di Rumah Sakit Maudsley. Pada tahun 1937, ia memenuhi syarat sebagai seorang ahli psikoanalis.

Meski sepanjang sejarah telah banyak naturalis yang mempelajari aneka aspek dari tingkah laku hewan, disiplin ilmu etologi modern umumnya dianggap lahir di sekitar tahun 1930an tatkala biolog berkebangsaan Belanda Nikolas Tinbergen dan Konrad Lorenz, biolog dari Austria, mulai merintisnya. Atas jerih payahnya, kedua peneliti ini kemudian dianugerahi Hadiah Nobel dalam bidang kedokteran di tahun 1973 (T Morgan.1986).

Ilmu perilaku hewan, pada keseluruhannya merupakan kombinasi kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan evolusi. Seorang ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada tingkah laku suatu jenis atau kelompok kekerabatan hewan yang tertentu. Ahli perilaku hewan juga disebut etolog.

Perkembangan Teori Etologi

Teori Seleksi Alam (Darwin, 1859)

Darwin berpendapat bahwa tidak ada sifat baru yang perlu dimiliki semasa hidup individu. Pada dasarnya, teori Darwin berjalan sebagai berikut: diantara anggota-anggota sebuah spesies, terdapat variasi yang tak tehitung jumlahnya dan diantara anggota yang bermacam-macam itu hanya kelompok tertentu yang berhasil bertahan hidup yang bisa menghasilkan keturunannya.

Dengan demikian terdapat ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ dimana anggota-anggota terbaik sebuah spesies dapat hidup cukup panjang untuk meneruskan sifat unggul mereka kepada generasi berikutnya. Terhadap jumlah generasi yang tak terhitung jumlahnya itu, alam kemudian ‘memilih’ siapa-siapa yang bisa beradaptasi paling dengan lingkungan mereka.Teori ini kini dianggap sebagai komponen integral dari biologi (ilmu hayat).

Menurut Darwin, Istilah ‘perjuangan untuk bertahan hidup’ (survival for the existence) adalah yang unggul yang bisa bertahan hidup (survival of the fittest). Darwin juga merupakan ilmuwan pertama yang memberikan perhatian pada perkembangan melalui observasi yang hati-hati terhadap bayi-bayi. Di samping itu, Darwin pun membahas tentang keadaan emosional pada bayi.

Menurutnya sangat sulit untuk mengetahui seberapa dini bayi dapat menunjukkan dirinya sedang marah. Ia mengatakan bahwa bayi yang baru berumur 8 hari akan mengerutkan kening disekitar matanya sebelum ia menangis. Hal ini bisa menandakan bahwa bayi tersebut merasakan menderita atau sulit tapi bukan marah (Karl,1982).

Etologi Modern ( Lorenz dan Tindbergen)

Etologi modern lahir sebagai suatu pandangan penting karena pekerjaan para pakar ilmu hewan Eropa, khususnya Konrad Lorenz (1903-1989). Etologi menekankan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi, terkait dengan evolusi dan ditandai oleh periode penting atau peka. Konsep periode penting (critical period), adalah suatu periode tertentu yang sangat dini dalam perkembangan yang memunculkan perilaku tertentu secara optimal.

Konsep etologi untuk belajar dengan cepat dan alamiah dalam satu periode waktu yang kritis yang melibatkan kedekatan dengan obyek yang dilihat bergerak pertama kali. Para Etologist adalah para pengamat perilaku yang teliti, dan mereka yakin bahwa laboratorium bukanlah setting yang baik untuk mengamati perilaku.

Mereka mengamati perilaku secara teliti dalam lingkungan alamiahnya seperti : di rumah, taman bermain, tetangga, sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Oleh karena itu pendekatan metodologis teori etologis merupakan pendekatan yang memahami tingkah laku dengan setting yang alamiah.

Langkah–langkahnya:

  • Mengetahui informasi tentang spesies tersebut sebanyak mungkin, 
  • Mengamati tingkah laku khasnya, 
  • Membandingkan dengan tingkah laku spesies yang lain. 

Tingkah laku Instingtif adalah tingkah laku yang tidak pernah dipelajari dan muncul karena stimulus eksternal tertentu. Pola tindakan tertentu juga memiliki komponen pendorong dasariah, sebuah desakan dari dalam untuk terlibat dalam tingkah laku instingtif. 

Contohnya: tindakan penyelamatan diri anak ayam oleh induknya karena dapat merespon kapan pun jika anak-anaknya berada dalam bahaya dan dicontohkan pada hasil percobaan Lorenz terhadap dua butir telur angsa. Telur pertama dierami oleh induknya sedangkan telur kedua dihangatkan di dalam inkubator.

Setelah telur angsa menetas, angsa yang dierami induknya akan mengikuti tingkah laku induknya dan angsa yang dihangatkan di dalam inkubator selama belum menetas mengikuti tingkah laku Lorenz (T Lawton, Joseph, 1982).

Teori Bowlby (Hetherington dan Parke, 1999)

Teori ini dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada perilaku hewan. Menurut teori Etologi (Berndt, 1992) tingkah laku lekat pada anak manusia diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Bowlby (dalam Hetherington dan Parke, 1999) percaya bahwa perilaku awal sudah diprogam secara biologis.

Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan untuk merespon tanda, suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang saling menguntungkan (mutuality attachment).

Teori etologi juga menggunakan istilah “Psychological Bonding” yaitu hubungan atau ikatan psikologis antara ibu dan anak, yang bertahan lama sepanjang rentang hidup dan berkonotasi dengan kehidupan sosial (Bowley dalam Hadiyanti,1992). Bowlby menyatakan bahwa kita dapat memahami tingkah laku manusia dengan mengamati lingkungan yang diadaptasinya yaitu : lingkungan dasar tempat berkembang.

Tingkah laku lekat (attachment behavior) adalah beberapa bentuk perilaku yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama saat seseorang merasa takut, sakit dan terancam.

Ada dua stimulus yang membuat merasa terancam, yaitu: 1) stimulus yang berbentuk besar, suaranya keras, datang secara tiba-tiba dan berubah dengan cepat; 2) objek yang bagi anak merupakan sesuatu yang asing. Jika anak berada dalam kondisi ini maka sistem kelekatannya diaktifkan. Anak akan bergerak mendekat untuk melihat atau memeriksa keberadaan ibunya. Adapun tujuan tingkah laku lekat adalah mendapatkan kenyamanan dari pengasuh (Bowlby dalam Durkin 1995).

Menurut Ainsworth (dalam Adiyanti,1985) tingkah laku lekat adalah berbagai macam tingkah laku yang dilakukan anak untuk mencari, menambah dan mempertahankan kedekatan serta melakukan komunikasi dengan figur lekatnya.

Capitanio (dalam Adiyanti, 1985) berpendapat bahwa tingkah laku lekat merupakan sesuatu yang dapat dilihat, namun kadang perilaku ini dapat muncul dan kadang tidak. Intensitas perilaku lekat sangat bervariasi dan tergantung pada situasi lingkungan. Tingkah laku lekat ini ditujukan pada figur tertentu dan tidak ditujukan pada semua orang (Ainsworth dalam Ervika, 2000).

Telah disebutkan sebelumnya pada teori etologi bahwa sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Bentuk tingkah laku lekat pada ibu berupa sikap yang ingin mempertahankan kontak dengan anak dan memperlihatkan ketanggapan terhadap kebutuhan anak. Tingkah laku lekat ini berfungsi membantu individu bertahan dan menjaga anak dibawah perlindungan orang tua. Bowlby (dalam Stams, Juffer dan Ijzendoorn, 2002) menyebutnya dengan istilah “care taking behavior” yang merupakan bagian program biologis yang tidak dipelajari.

Tingkah laku lekat tidak berhubungan dengan kebutuhan makan, melainkan mendapatkan perlindungan dari ibu. Unsur penting dalam pembentukan kelekatan adalah peluang untuk mengembangkan hubungan yang timbal balik antara pengasuh dan anak. interaksi anak dengan pengasuh membutuhkan waktu dan pengulangan, dalam hal ini fungsi orang tua adalah memulai interaksi, bukan sekedar memberi respon terhadap kebutuhan anak (Newman dan Newman dalam Hadiyanti,1992).

Interaksi yang intens antara ibu dan anak biasanya dimulai saat proses pemberian ASI (air susu ibu). Melalui proses pemberian ASI diharapkan akan berkembang kelekatan dan tingkah laku lekat karena dalam proses ini terjadi kontak fisik yang disertai upaya untuk membangun hubungan psikologis antara ibu dan anak.

Berkaitan dengan tingkah laku lekat, Ainsworth (dalam Papalia dan Old 1986) menyebutkan ada mekanisme yang disebut dengan “working model” atau istilah Bowlby (Pramana 1996; Parker dkk, 1995; Bretherton, Golby dan Cho 1997; Mc Cartney dan Dearing, 2002) disebut dengan “internal working model”.

Berdasarkan kualitas hubungan anak dengan pengasuh, maka anak akan mengembangkan konstruksi mental atau internal working model mengenai diri dan orang lain yang akan akan menjadi prototip dalam hubungan social (Bowlby dalam Pramana 1996). Konsep working model selanjutnya dikembangkan oleh Collins dan Read (dalam Pramana, 1996) yang terdiri dari empat komponen yang saling berhubungan, yaitu;
  1. Memori tentang kelekatan yang dihubungkan dengan pengalaman 
  2. Kepercayaan, sikap dan harapan mengenai diri dan orang lain yang dihubungkan dengan kelekatan 
  3. Kelekatan dihubungkan dengan tujuan dan kebutuhan (goal and needs) 
  4. Strategi dan rencana yang disosiasikan dengan pencapaian tujuan kelekatan. 

Mc Cartney dan Dearing (2002) menyatakan bahwa pengalaman awal akan menggiring dan menentukan perilaku dan perasaan melalui internal working model. Adapun penjelasan mengenai konsep ini adalah, “Internal” : karena disimpan dalam pikiran; “working” : karena membimbing persepsi dan perilaku dan “model”: karena mencerminkan representasi kognitif dari pengalaman dalam membina hubungan.

Anak akan menyimpan pengetahuannya mengenai suatu hubungan, khususnya pengetahuan mengenai keamanan dan bahaya. Model ini selanjutnya akan menggiring mereka dalam interaksi di masa yang akan datang. Interaksi interpersonal dihasilkan dan diinterpretasikan berdasarkan gambaran mental yang dimiliki seorang anak.

Model ini diasumsikan bekerja di luar pengalaman sadar (Mc Cartney dan Dearing, 2002) Pengetahuan anak didapatkannya dari interaksi dengan pengasuh, khususnya ibu. Anak yang memiliki orang tua yang mencintai dan dapat memenuhi kebutuhannya akan mengembangkan model hubungan yang positif yang didasarkan pada rasa percaya (trust). 

Selanjutnya secara simultan anak akan mengembangkan model yang parallel dalam dirinya. Anak dengan orang tua yang mencintai akan memandang dirinya “berharga”. Model ini selanjutnya akan digeneralisasikan anak dari orang tua pada orang lain, misalnya pada guru dan teman sebaya. Anak akan berpendapat bahwa guru dan teman adalah orang yang dapat dipercaya. Sebaliknya anak yang memiliki pengasuh yang tidak menyenangkan akan mengembangkan kecurigaan (mistrust) dan tumbuh sebagai anak yang pencemas dan kurang mampu menjalin hubungan sosial.

Menurut Bowlby (dalam Bretherton dkk,1997 ) internal working model dan figur lekat saling melengkapi serta saling menggambarkan dua sisi hubungan tersebut. Bayi yang diasuh dengan kehangatan, sensitifitas dan responsifitas akan mengembangkan internal working model yang positif pada orang tua dan diri sendiri. Internal working model merupakan hasil interpretasi pengalaman secara terus-menerus dan interaksinya dengan figur lekat. 

Ada dua faktor yang dapat meningkatkan kestabilan internal working model, yaitu : 1). Familiar, yaitu pola interaksi yang berulang, cenderung akan menjadi kebiasaan yang terjadi secara otomatis; 2). Dyadic Pattern, pola yang timbal balik cenderung akan mengubah pola individual karena harapan yang timbal balik memerintahkan masing-masing pasangan untuk mengartikan perilaku pihak lainnya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tingkah laku lekat adalah beberapa bentuk perilaku yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama saat anak merasa takut, sakit dan terancam, tujuannya adalah mendapatkan kenyamanan dari figur lekat. Tingkah laku lekat berupa berbagai macam tingkah laku yang dilakukan anak untuk mencari, menambah dan mempertahankan kedekatan serta melakukan komunikasi dengan figur lekatnya

Fase Perkembangan Kelekatan

Biasanya, masa peka untuk mengembangkan kelekatan adalah pada usia satu tahun (Bernt, 1992) dengan efek yang lebih kuat pada orang yang sering melakukan interaksi dan berhubungan langsung dengan anak. Pendapat lain mengatakan bahwa masa kritis bayi adalah dua jam pertama setelah dilahirkan (Kennel dan Klaus dalam Bee, 1981). 

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kontak yang dilakukan ibu pada satu jam pertama setelah melahirkan selama 30 menit akan memberikan pengalaman mendasar pada anak. Hal senada juga diungkapkan oleh Sosa (dalam Hadiyanti, 1992), ia menemukan bahwa ibu yang segera didekatkan dengan bayinya setelah melahirkan akan menunjukkan perhatian 50% lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukannya.

Perkembangan kelekatan dan tingkah laku lekat harus disertai perkembangan kemampuan kognitif dan berhubungan dengan permanensi objek (Flavell dalam Hadiyanti,1992). Adanya kemampuan permanensi objek membuat anak mengetahui bahwa ibunya mempunyai sosok yang berbeda dengan sosok atau objek lain, sehingga pada sosok istimewa inilah anak memutuskan untuk mengikatkan tali emosional dan menjadi lekat. 

Sebaliknya, kenyataan membuktikan bahwa tidak hanya kemampuan kognitif yang berperan dalam perkembangan kelekatan, namun perkembangan kelekatan juga berpengaruh terhadap perkembangan kognitif. Anak yang lekat dengan ibu dan pengasuh akan mengembangkan minat terhadap objek kelekatannya, sehingga perilaku objek lekatnya akan menjadi stimulus bagi aspek kognitif anak.

Menurut Bowlby (dalam Scarr, Weiberg dan Levin, 1986) perkembangan kelekatan dibagi menjadi empat fase, yaitu:

Indiscriminate Sociability

Terjadi pada anak yang berusia dibawah dua bulan. Bayi menggunakan tangisan untuk menarik perhatian orang dewasa, menghisap dan menggenggam, tersenyum dan berceloteh digunakan untu menarik perhatian orang dewasa agar mendekat padanya.

Discriminate Sociability

Terjadi pada anak yang berusia dua hingga tujuh bulan. Pada fase ini bayi mulai dapat membedakan objek lekatnya, mengingat orang yang memberikan perhatian dan menunjukkan pilihannya pada orang tersebut.

Spesific Attachment

Terjadi pada anak yang berusia tujuh bulan hingga dua tahun. Bayi mulai menunjukkan kelekatannya pada figur tertentu. Fase ini merupakan fase munculnya intensional behavior dan independent locomosi yang bersifat permanen. 

Anak untuk pertama kalinya menyatakan protes ketika figur lekat pergi. Anak sudah tahu orang-orang yang diinginkan dan memilih orang-orang yang sudah dikenal. Mereka mulai mendekatkan diri pada objek lekat. Anak mulai menggunakan kemampuan motorik untuk mempengaruhi orang lain.

Partnership

Terjadi pada usia dua sampai empat tahun . Fase ini sama dengan fase egosentris yang dikemukakan Piaget. Memasuki usia dua tahun anak mulai mengerti bahwa orang lain memiliki perbedaan keinginan dan kebutuhan yang mulai diperhitungkannya. Kemampuan berbahasa membantu anak bernegosiasi dengan ibu atau objek lekatnya.

Kelekatan membuat anak jadi lebih matang dalam hubungan sosial. Bowlby menamakannya goal corrected partnerships, hal ini membuat anak lebih mampu berhubungan dengan peer dan orang yang tidak dikenal.

Etologi Sosial dan Perkembangannya Saat Ini

Pada 1970, etolog Inggris John H. Crook menerbitkan naskah penting yang mana ia membedakan etologi komparatif dengan etologi sosial, dan mengemukakan bahwa banyak dari etologi yang telah ada sampai kini sesungguhnya merupakan etologi komparatif, memandang hewan sebagai individu, sedangkan di masa depan, para etolog akan memerlukan konsentrasi pada perilaku kelompok sosial dari hewan dan struktur sosial di dalamnya. Buku E. O. Wilson ‘’Sosiobiologi’’ muncul pada 1975, dan sejak saat itu studi perilaku telah lebih banyak berkaitan dengan aspek sosial.

Juga telah didorong dengan yang lebih kuat, namun lebih sulit, Darwinisme yang dihubungkan dengan Wilson dan Richard Dawkins. Pengembangan terkait ekologi perilaku juga telah membantu mengubah etologi. Di saat yang sama persesuaian substansial dengan psikologi komparatif telah terjadi, maka studi ilmiah modern pada perilaku menawarkan spektrum pendekatan tanpa klaim secara kurang lebih, dari kesadaran hewan, psikologi komparatif yang lebih tradisional, etologi, sosiobiologi dan ekologi perilaku.

Aplikasi Teori Etologi dalam Perkembangan

Eksperimen untuk melihat tingkah laku lekat dilakukan oleh Ainsworth, Blehar, Waters dan Wall (dalam Fraley dan Spieker,2003; Cummings,2003, Sroufe,2003; Cassidy,2003; Waters dan Beauchaine, 2003). Ainsworth menggunakan metode eksperimen dengan situasi asing (the strange situation).

Anak ditempatkan dalam ruangan yang dirancang dengan lingkungan fisik yang tidak familier, adanya perpisahan dengan pengasuh, dan adanya kontak dengan orang asing. Kombinasi dari ketiga aspek tersebut dengan sengaja diciptakan untuk melihat reaksi anak.

Berdasarkan eksperimen tersebut diperoleh tiga respon, yaitu:

Insecurely Attached Avoidant infant (Type A )

ditemukan pada 20% sample penelitian. Anak menolak kehadiran ibu, menampakkan permusuhan, kurang memiliki resiliensi ego dan kurang mampu mengekspresikan emosi negatif (Cicchetti dan Toth,1995). Selain itu anak juga tampak mengacuhkan dan kurang tertarik dengan kehadiran ibu (Dishion, French dan Patterson,1995).

Securely Attached Infant (Type B)

Ditemukan pada 70% subjek penelitian. Ibu digunakan sebagai dasar eksplorasi. Anak berada dekat ibu untuk beberapa saat kemudian melakukan eksplorasi, anak kembali pada ibu ketika ada orang asing, tapi memberikan senyuman apabila ada ibu didekatnya (Cicchetti dan Toth,1995) Anak merasa terganggu ketika ibu pergi dan menunjukkan kebahagiaan ketika ibu kembali.

Insecurely Attached Resinstant Infant (Type C)

Ditemukan pada 10% subjek penelitian. Menunjukkan keengganan untuk mengeksplorasi lingkungan. Tampak impulsive, helpless dan korang kontrol (Cicchetti dan Toth,1995). Beberapa tampak selalu menempel pada ibu dan bersembunyi dari orang asing. Anak tampak sedih ketika ditinggal ibu dan sulit untuk tenang kembali meskipun ibu telah kembali. Mampu mengekspresikan emosi negatif namun dengan reaksi yang berlebihan.

Disorganized atau Disoriented Attached (Type D)

Ini merupakan tipe kempat yang dihasilkan dari pengembangan eksperimen yang dilakukan oleh Main, Hesse dan Solomon (dalam Dishion, Frech dan Patterson, 1995; Cummings, 2003). Ditemukan pada anak-anak yang mengalami salah pengasuhan (maltreated) dimana kekacauan emosi terlihat saat episode pertemuan kembali dengan ibu. 

Perilaku mereka tampak sangat tidak terorganisasi, mengalami konflik dalam dirinya serta menunjukkan kedekatan sekaligus penolakan. Adakalanya secara langsung menunjukkan kekhawatiran dan penolakan yang lebih besar pada ibu dibandingkan dengan orang asing.

Berdasarkan variasi kelekatan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi kelompok kelekatan yang aman (secure attachment) yaitu Tipe B dan kelompok kelekatan yang tidak aman (insecure attachment) yaitu Tipe A, Tipe C dan Tipe D. Ainsworth (dalam Ervika, 2000; Belsky,1988) menemukan bahwa anak yang memiliki kelekatan yang tidak aman mengalami masalah dalam hubungan dengan pengasuh atau figur lekat sebaliknya anak yang memiliki kelekatan aman memiliki pola hubungan dengan kualitas yang sangat baik.

Anak dengan kelekatan insecure avoidant memiliki ibu yang tidak sensitif terhadap sinyal yang diberikan bayi dalam berbagai situasi pengasuhan dan situasi bermain. Sedangkan anak dengan kelekatan insecure resistant memiliki ibu yang tidak menyukai kontak fisik dengan anak dan memiliki ekspresi emosional yang kurang memadai atau kurang ekspresif, ibu juga menunjukan sikap yang tidak konsisten.

Berbeda dengan anak yang memiliki pola kelekatan tidak aman, anak yang memiliki kelekatan aman (secure attached) memiliki ibu yang responsif pada kebutuhan dan sinyal-sinyal yang diberikan bayi dan mempunyai sikap yang konsisten. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak yang memiliki kualitas kelekatan yang paling baik adalah anak dengan kelekatan aman (Tipe B).

Kritikan Terhadap Teori Etologi

Pada waku yang lalu etologi memiliki deskripsi yang terbatas terhadap tingkah laku dari burung, mamalia, ikan dan sejenisnya. Baru-baru ini tingkah laku tersebut juga termasuk tingkah laku manusia. Bagaimana pun sebagai pendatang baru dibidang psikologi perkembangan, hal ini belum menjadi tekanan yang kuat.

Dengan berbagai macam usaha ilmiah, deskripsi dari fenomena yang telah dipelajari datang sebelum penjelasan dari fenomena tersebut. Sehingga, satu kelemahan dari penjelasan etologi mungkin suatu saat nanti akan lebih baik dampaknya kepada lingkungan. Sementara itu etologi memperluas perspektif kita, memberikan kita ide baru dan teori seharusnya, mengembangkan berbagai pertanyaan tentang pengembangan manusia (Dewsbury, 1989).

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa bidang dari etologi telah membantu para psikolog memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang tingkah laku kelekatan manusia. Seperti permintaan yang telah diusulkan bahwa tingkah laku hewan dan manusia yang tidak berhubungan sebagai salah satu harapan awal.

Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Pengertian, Tokoh, Aplikasi, Kritik, dan Perkembangan Teori Etologi. Semoga bermanfaat.
Universitas Psikologi
Universitas Psikologi Media belajar ilmu psikologi terlengkap yang berisi kumpulan artikel dan tips psikologi terbaru hanya di universitaspsikologi.com | Mari kita belajar psikologi dengan cara yang menyenangkan.

Posting Komentar untuk "Pengertian, Tokoh, Aplikasi, Kritik, dan Perkembangan Teori Etologi"